Halaman

Minggu, 18 September 2011

Pulau Buru yang Kian Diburu

Tak bisa dipungkiri, pesona Indonesia Timur kian berkilau dengan daya magnet tinggi, yang berhasil menggiring orang dari berbagai belahan dunia berdatangan. Di antaranya adalah Maluku, yang terkenal berkat paduan warna pasir putih dan laut yang begitu cantik, dengan pemandangan alam bawah laut yang tak kalah memukau.

DI DARATAN, Maluku bagaikan sebuah museum hidup yang menyimpan beragam kisah pergolakan dan sejarah perjalanan Republik, sejak masa kolonial hingga kini. Salah satunya adalah pulau Buru.

Menyebut nama Buru, sulit untuk tak segera mengaitkannya dengan sejarah politik Indonesia masa silam. sekitar empat dekade lalu, pulau mungil di sebelah barat pulau Ambon itu menjadi tempat pembuangan ribuan tahanan politik dan kaum intelektual yang dianggap bersebrangan dengan pemerintah pusat. Salah satunya adalah Pramoedya Ananta Toer, yang meski dalam kondisi serba terbatas, tetap berkarya dan menghasilkan berbagai buku.

Selama menjadi tahanan politik di pulau Buru, ia pun megeluarkan kumpulan novel yang legendaris dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. apalagi kalau bukan Tetralogi Pulau Buru yang merujuk pada empat novel dan nengungkapkan sejarah terbentuknya nasionalisme pada awal Kebangkitan Nasional. Bahkan, tak sedikit yang baru mengenal nama pulau Buru setelah bersentuhan dengan karya-karya Pram itu.

Kini, potret buram Buru sebagai tempat pembuangan mulai terkikis. Kian banyak wisatawan yang penasaran untuk mengunjungi demi mereguk keindahan Buru, sekaligus berwisata sejarah.